Rekonsiliasi Dan Penguatan Tatanan Sosial Sebagai Puncak Prosesi Ritual Yamu Dalam Budaya Marind

Penulis

  • Xaverius Wonmut STK St. Yakobus Merauke

DOI:

https://doi.org/10.60011/jumpa.v10i2.64

Kata Kunci:

Ritual Yamu, Tatanan Sosial, Rekonsiliasi, Budaya Marind

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan makna rekonsiliasi yang terdapat dalam prakteksis ritual “Yamu” suku bangsa Marind anim di kampung Kuper. Data penelitian diperoleh melalui observasi pelaksanaan ritual Yamu serta melalui wawancara dengan berbagai informan baik pelaku ritual maupun tiga orang tokoh adat Marind anim di kampung Kuper. Observasi maupun wawancara difokuskan pada aktivitas puncak ritual ‘Yamu’ yakni santap sagu “sep” bersama dan mekanisme penyelesaian konflik atas sebab-sebab kematian arwah sanak keluarga yang bersangkutan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan ritual “Yamu” berpuncak pada pertemuan dan percakapan bersama anggota keluarga yang masih hidup maupun arwah anggota keluarga yang sudah meninggal. Hal ini menunjukan ikatan persekutuan yang tak terpisahkan antara kerabatan yang masih hidup dan sudah meninggal. Selain itu komunikasi antara kaum kerabat tersebut bertujuan mewujudkan kondisi batin individu dimana tercipta rasa damai, tenang, harmonis hidup bagi mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Di dalam gereja, ikatan relasi iman yang sama antara mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal terus meneruskan dihidupkan.1 Ritual Yamu menjadi penting bagi suku bangsa Marind anim karena memberi penegasan dan kepastian terhadap situasi “chaos” yang ditimbulkan oleh adanya peristiwa kematian. Dengan kata lain dinamika dan mekanisme percakapan dalam pertemuan kaum berabat dalam ritual “Yamu” tersebut bertujuan mewujudkan “rekonsiliasi” antara berbagai unsur yang bertentangan dan adanya suasana “chaos” karena adanya prasangka di antara anggota masyarakat damaikan dan diharmonisasikan.2 Di dalam kondisi hidup yang kondusip dan harmonis kehidupan berjalan normal.

Referensi

Chandra Robby. 1992. Konflik Dalam Kehidupan Sehari Hari. Kanisius: Yogyakarta.

Dokumen Konsili Vatikan II. 1983. Tonggak Sejarah Pedoman Arah. DOKPEN MAWI: Jakarta

Doble G, Frank. 1978). Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik, Abraham Maslow. Kanisius: Yogyakarta

Heuken, A. 2005. Ensiklopedi Gereja (Jilid VII). Cipta Loka Caraka: Jakarta

Boelaars, J. 1986. Manusia Irian Dahulu, Sekarang dan Masa Depan. Gramedia: Jakarta

Kanisius L. Silvester. 2006. Allah Dan Pluralisme Religius. OboR: Jakarta Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. 2007. Katekismus Gereja Katolik Indonesia. Arnoldus: Ende

Koentjaraningrat. 1990. Penantar Ilmu Antropologi. Rineke Cipta: Jakarta

Kuper Adam & Kuper Jessica. 2000. Ensiklopedi Ilmu-IlmuSosial (Judul asli: “The Social Sciences Encyclopedia). Raja Grafindo: Jakarta

Moleong, Lexy, J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdaakarya: Bandung

Pongantung Herman. 2019. Kami Misionaris Seri II, Tanah-Tanah Rawa. Pohon Cahaya: Yogyakarta

Sastrapratedja, M. 1994. Filsafat Manusia. STF Driyakara: Jakarta

Wonmut, Xaverius. 2006. Ritual Kematian Matian Marin Anim, Analisis Simbolik Atas Ritual Kematian Marind anim di Kampung Kuper, Distrik Semangga Kabupaten Merauke. Widya Sari Press: Salatiga.

Winangun Wartaya, Y.W. 1990. Masyarakat Berbasa Struktur, Liminlitas dan Komunitas Menurut Victor Turner. Kanisius: Yogyakarta

https://portal.merauke.go.id/news/1774/pertanian.html.

https://pluang.com/id/blog/glossary/apa-itu-rekonsiliasi.

https://www.neliti.com/publications/102761/resolusi-konflik-melalui-pendekatan-kearifan-lokal-pela-gandong-di-kota-https://repository.usd.ac.id/22517/1/021124016_Full.pdf

Unduhan

Diterbitkan

04-01-2022

Cara Mengutip

Wonmut, X. (2022). Rekonsiliasi Dan Penguatan Tatanan Sosial Sebagai Puncak Prosesi Ritual Yamu Dalam Budaya Marind. Jurnal Masalah Pastoral, 10(1), 132–143. https://doi.org/10.60011/jumpa.v10i2.64